Membumikan Pancasila di Era Disrupsi
MI/Arya Manggala
Benny Susetyo, Anggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
Benny Susetyo, Anggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
INDONESIA adalah negeri dengan keragaman yang begitu luar biasa. Keragaman agama, keyakinan, budaya, bahasa, dan tradisi yang dimiliki bangsa ini boleh dibilang yang paling multikultur dari bangsa-bangsa lain di dunia. Kita boleh berbangga dengan keragaman yang kita miliki ini, tetapi sekaligus perlu berhati-hati agar tak salah mengelolanya.
Dari sisi budaya, misalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia memiliki 1.340 suku bangsa atau etnik yang mendiami Bumi Pertiwi dengan kekhasan dan keunikan masing-masing. Seluruh keragaman di berbagai dimensi ini disatukan oleh satu ikatan yang disebut Pancasila. Pancasila dengan seluruh nilai-nilai di setiap butirnya, menjadi perekat seluruh kekuatan bangsa dan segenap perbedaan yang mendiami negeri ini.
Mengingat Tujuan Bernegara
Hal penting yang patut disimpan dalam memori bersama setiap warga bangsa ini adalah “apa tujuan kita merdeka dan membentuk republik ini”. Para pendiri bangsa telah dengan tegas menggariskan bahwa tujuan memerdekakan diri dari kolonialisme adalah agar kita dapat berdaulat, meraih keadilan, dan mencapai kemakmuran bersama.
Merujuk kepada cita-cita tersebut, setiap warga negara harus mengerahkan setiap kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan bersama tadi. Setiap warga tak boleh memiliki cita-cita individual yang berjalan keluar dari rel yang sudah digariskan bersama. Cita-cita individu dan kelompok harus sejalan dan sinergis dengan cita-cita negara yang pada hilirnya adalah menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
Untuk tujuan tersebut, prasyarat yang harus dipenuhi adalah bekerja sama membangun negara. Inilah kultur yang harus dijaga. Kebersamaan dan gotong royong menjadi kunci penting bagi kuatnya persatuan dan kesatuan Indonesia.
Kita patut bersyukur, para pendiri bangsa telah melahirkan Pancasila yang menjadi pedoman bersama dalam bernegara. Pancasila merupakan pengikat penting yang mampu mempersatukan segenap elemen bangsa Indonesia yang berbeda-beda latar belakang agama, suku, ras, budaya dan bahasa. Pancasila mampu memberi jalan keluar bagaimana bangsa yang begitu beragam ini—yang dihuni mayoritas Muslim—menjadi masyarakat yang begitu terbuka terhadap kelompok lain.
Kebesaran hati para pendiri bangsa yang Muslim itu tampak dalam Konstitusi tahun 1945 yang sangat maju dan terbuka, sebab tidak menempatkan Islam sebagai dasar aturan bernegara. Implikasinya, Indonesia kini menjadi milik semua warga negara. Inilah tujuan kita bernegara yang juga harus diingat. Sejarah yang luar biasa ini perlu diputar ulang di sekolah-sekolah, universitas, dan berbagai lembaga pendidikan agar terpatri dalam sanubari semua generasi kini dan mendatang.
Tantangan ke Depan
Indonesia hari ini dan esok, memiliki sederet tantangan yang siap menghadang. Terlebih kita menghadapi era disrupsi yang menawarkan aneka kesempatan. Itu artinya, meski tantanganya cukup berat, peluang yang hadir di depan mata pun cukup banyak. Inilah yang perlu dimanfaatkan agar era disrupsi membawa berkah bagi bangsa.
Tantangan paling nyata yakni menjamurnya narasi kebencian dan berita kebohongan yang berpotensi menciptakan polarisasi serta memecah belah warga. Di era ini, sungguh mudah menciptakan kabar bohong berbungkus rasa benci terhadap suku, ras, dan budaya tertentu. Sulutan itu pun makin menyala ketika dibalut oleh sentimen agama. Masyarakat yang awalnya tidak suka, bertambah benci setelah mendapat amunisi baru dari kabar bohong yang ia terima.
Hambatan berikutnya adalah fenomena menguatnya politik identitas bernuansa keagamaan yang memecah persaudaraan sesama anak bangsa. Keberagaman dalam keagamaan sesungguhnya sudah disadari oleh para pendiri bangsa sejak awal kemerdekaan. Oleh karenanya, para pendiri bangsa bercita-cita membangun negeri Indonesia menjadi berdaulat dan menegakkan prinsip berkeadilan untuk makmur bersama-sama dalam kerukunan berbangsa dan bernegara.
Ke depan, kita tak boleh lagi menyaksikan satu kelompok terusir dari tanahnya karena keyakinan yang dipegangnya kuat-kuat. Tidak boleh lagi kita melihat umat beragama terusik ketika beribadah lantaran yang lain merasa terganggu. Inilah prinsip toleransi yang harus dipegang bersama. Memahami keberadaan orang lain, dan secara aktif mengaungkan narasi positif untuk menciptakan kehidupan yang harmonis di masyarakat.
0 komentar: