FOLLOW US

Menyambut Kemerdekaan Belajar DOK PRIBADI Khoiruddin Bashori Direktur Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat Yayasan Sukma Jakarta ...

Menyambut Kemerdekaan Belajar


Menyambut Kemerdekaan Belajar
MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim berjanji akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia. “Saya tidak akan membuat janji kosong kepada Anda. Perubahan adalah hal yang sulit dan penuh ketidaknyamanan. Satu hal yang pasti, saya akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia,” ujar Nadiem dalam pidato Hari Guru Nasional 2019 (Media Indonesia, 23/11/2019).       
Pernyataan itu diperkuat dalam Diskusi Standar Nasional Pendidikan di Hotel Century Park Jakarta, Jumat, 13 Desember 2019. “Merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir dan terutama esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada di guru dulu. Tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi di murid” (Tempo.co, 28/12/2019).
Guru pembelajar autentik
Kehendak Kemendikbud memberi ruang lebih besar kepada sekolah dan guru merupakan angin segar bagi dunia Pendidikan di RI. Penyederhanaan berbagai peraturan kependidikan yang selama ini dirasa membelenggu kemerdekaan guru dan peserta didik, semoga saja dapat segera direalisasikan. Sudah terlalu lama guru mengeluh ribetnya aturan ‘dinas’ yang semakin mengikat guru dalam rutinitas yang membosankan.
Terlalu banyaknya tuntutan administratif dan mekanisme birokrasi kaku, terkadang membuat guru kelelahan sebelum berjuang. Padahal, guru akan benar-benar dapat menjadi pembelajar autentik manakala dalam alam pikirnya sudah tidak ada lagi segala bentuk pola pikir yang meng­hukum dan menghambat laju pertumbuhan potensi diri sesuai misi hidupnya.
Guru memang bertugas sebagai pengajar di sekolah, tapi untuk dapat melaksanakan fungsi utamanya itu terlebih dahulu harus menjadi pembelajar. Semestinya belajar ialah bagian tidak terpisahkan dari gaya hidup seorang guru.  
Bagaimana mugkin guru dapat menginspirasi siswa-siswinya manakala dia sendiri miskin inspirasi? Jika semua guru ialah pembelajar andal, dewan guru dapat menjadi komunitas pembelajar yang saling menguatkan. Apabila guru memiliki sikap benar-benar terbuka (truly open to learning), mereka akan selalu dikejutkan anugerah per­ubahan yang menggairahkan. Komunitas pembelajar yang terbangun pada gilirannya akan memperkuat budaya belajar di sekolah.
Drennon dan Foucar-Szocki (1996) berpendapat, para praktisi pendidikan yang bekerja dengan kelompok sejawat mendapatkan manfaat langsung dari umpan balik yang diberikan sesama guru pada ide-ide yang terlontar. Belajar semakin diperkaya ketika setiap anggota kelompok menampilkan keterampilan dan perspektif. Oleh karenanya, memberi ruang interaksi lebih banyak kepada komunitas guru bertukar pengalaman belajar merupakan cara bijak meningkatkan profesionalitas pedagogiknya.
Ketika guru diberikan waktu dan media merefleksikan secara kolektif metode pengajaran yang dilakukan dan dapat berbagi gaya meng­ajar masing-masing, hasilnya akan meningkat dan proses belajar mengajar berubah. Dengan demikian, guru sangat perlu dibantu keluar dari tradisi isolasi, bekerja sendiri, menuju budaya baru: kolaborasi, dan dialog ialah prasyarat utama kolaborasi.
Tujuan dialog ialah membantu kelompok guru membawa asumsi ke permukaan dan memperjelas teori-teori yang digunakan. Inilah yang harus dilakukan sebelum berbagi sejumlah makna dan proses berpikir bersama dikembangkan. Kebiasaan berdialog tidak saja penting dalam pro­ses kolaborasi sesama guru. Keterampilan berdialog juga sangat membantu guru mengenali anak didik secara mendalam.
Dengan berdialog secara terbuka, hubungan guru-murid dapat menjadi sedemikian cair. Menghilangkan sekat-sekat yang selama ini menghambat keberanian siswa mengekspresikan pikiran dan perasaannya kepada guru. Hal yang sama terjadi pada sesama guru.

0 komentar: